JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah menjadi perhatian publik kembali menuai sorotan. Kali ini, keluhan datang dari para mitra dapur penyedia makanan untuk program tersebut di wilayah Kalibata, Jakarta Selatan. Mereka mengeluhkan sistem pembayaran reimburse yang dinilai rumit dan memberatkan. Informasi terbaru menyebutkan bahwa sistem pembayaran kini mengharuskan mitra dapur untuk menunjuk bon atau faktur baru agar pembayaran dapat dicairkan.

Sejak awal implementasinya, program MBG memang menjadi perbincangan hangat. Di satu sisi, program ini diharapkan dapat meningkatkan gizi anak-anak dan mendukung tumbuh kembang mereka. Namun, di sisi lain, berbagai kendala teknis dan administratif mulai bermunculan, termasuk terkait dengan mekanisme penyediaan makanan dan pembayaran kepada pihak-pihak yang terlibat.

Keluhan dari mitra dapur di Kalibata ini menyoroti sistem reimburse yang diterapkan. Dalam sistem ini, mitra dapur terlebih dahulu mengeluarkan biaya untuk membeli bahan baku dan memasak makanan, kemudian mereka mengajukan klaim penggantian biaya (reimburse) kepada pihak penyelenggara program. Para mitra dapur merasa bahwa proses reimburse ini berjalan lambat dan tidak efisien.

Salah satu poin keluhan utama adalah mengenai persyaratan dokumen yang dinilai memberatkan. Para mitra dapur mengungkapkan bahwa mereka harus mengumpulkan berbagai macam bukti pembelian dan laporan yang detail, yang terkadang menyulitkan bagi usaha mikro dan kecil yang menjadi bagian dari program ini.

Informasi terbaru yang beredar di kalangan mitra dapur menyebutkan adanya perubahan dalam sistem pembayaran. Kini, agar pembayaran reimburse dapat dicairkan, mitra dapur diwajibkan untuk menunjuk bon atau faktur baru. Mekanisme detail mengenai penunjukan bon baru ini belum sepenuhnya jelas bagi para mitra dapur, sehingga menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian.

“[Kami] merasa bingung dengan sistem yang berubah-ubah ini. Awalnya reimburse, sekarang harus ada bon baru yang ditunjuk. Kami ini usaha kecil, terkadang kesulitan untuk langsung mendapatkan bon yang sesuai dengan format yang diminta,” ujar salah satu pemilik dapur mitra MBG di Kalibata yang enggan disebutkan namanya, Selasa (6/5/2025).

Keluhan serupa juga disampaikan oleh mitra dapur lainnya. Mereka khawatir bahwa perubahan sistem pembayaran ini akan semakin memperlambat proses pencairan dana. Padahal, dana tersebut sangat dibutuhkan untuk modal usaha dan keberlangsungan operasional dapur mereka.

“Kami sudah mengeluarkan banyak modal untuk menyediakan makanan bergizi sesuai standar program. Kalau pembayarannya terus tertunda dan persyaratannya semakin rumit, bagaimana kami bisa terus menjalankan usaha ini?” keluh mitra dapur lainnya.

Menanggapi keluhan ini, pihak penyelenggara program MBG di wilayah Kalibata belum memberikan keterangan resmi secara detail. Namun, informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa perubahan sistem pembayaran ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran program.

Pihak penyelenggara diduga ingin memastikan bahwa setiap pengeluaran dana dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti yang valid dan sesuai dengan standar keuangan yang berlaku. Penunjukan bon baru kemungkinan merupakan upaya untuk merapikan administrasi dan menghindari potensi penyimpangan anggaran.

Meski demikian, sosialisasi mengenai perubahan sistem pembayaran ini dinilai kurang efektif kepada para mitra dapur. Banyak dari mereka yang mengaku tidak mendapatkan informasi yang jelas dan mendetail mengenai mekanisme penunjukan bon baru ini. Akibatnya, timbul kebingungan dan kekhawatiran di kalangan penyedia makanan.

Polemik mengenai sistem pembayaran ini tentu menjadi catatan penting dalam implementasi program MBG. Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada kualitas makanan yang disediakan, tetapi juga pada kelancaran administrasi dan dukungan yang diberikan kepada para mitra dapur.

Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan dapat segera turun tangan untuk menjembatani komunikasi antara penyelenggara program dan mitra dapur. Sosialisasi yang jelas dan transparan mengenai sistem pembayaran yang berlaku sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan keresahan di kalangan penyedia makanan.

Selain itu, perlu juga adanya evaluasi terhadap sistem reimburse yang sebelumnya diterapkan. Jika memang terdapat kendala dan inefisiensi, maka perlu dicari solusi yang lebih baik dan tidak memberatkan para pelaku usaha kecil yang menjadi bagian dari program MBG.

Keberlangsungan program MBG juga sangat bergantung pada dukungan dan partisipasi aktif dari para mitra dapur. Jika mereka merasa kesulitan dan tidak mendapatkan kejelasan mengenai pembayaran, maka hal ini dapat mengancam keberlanjutan penyediaan makanan bergizi bagi para siswa.

Oleh karena itu, dialog yang konstruktif antara penyelenggara program dan mitra dapur sangat diperlukan untuk mencari solusi terbaik. Sistem pembayaran yang adil, transparan, dan tidak memberatkan akan menjadi kunci keberhasilan program MBG secara keseluruhan. Publik akan terus menantikan perkembangan dan solusi dari polemik yang terjadi di kalangan mitra dapur MBG Kalibata ini.